Senin, 26 September 2011

[Tentang] Musik Indonesia

Share
HARI INI, saya mencoba menjejer beberapa CD [dan kaset lama] Indonesia di lantai. Agak pening memang, karena koleksi saya ternyata tidak sedikit dan cukup memenuhi kamar yang sudah mirip kapan pecah ini. Kemudian saya membuka sampulnya dan melakukan “kerepotan” dengan membaca lirik beberapa album itu. Entah mengapa, saya jadi ‘bergidik’ melihat perkembangan lirik itu. Kenapa?
DARI sisi pemujaan terhadap kebanggaan Indonesia, musisi sekarang nyaris lemah dari pengungkapan kata-kata bertema Indonesia. Banyak memang yang bicara soal Indonesia dalam lagu-lagunya, seolah mereka adalah nasionalis sejati ketika membuatnya. Tapi, bukankah itu menjadi booming ketika beberapa hal yang menyangkut harga diri bangsa ini disentil?

1. Melawan Plagiat
Sempat kecewa, ketika banyak musisi dituding melakukan plagiat atas karyanya. Tak Cuma musisi kemarin sore, karena banyak musisi yang sudah punya nama besar pun dituding melakukan hal yang memalukan ini. Tapi saya tersenyum kemudian, ketika banyak musisi lain berani mengatakan tidak untuk plagiat ini. Sebusuk apapun karyamu itu, ketika dibuat dengan kejujuran dan kesenanghatian, akan lebh banyak yang mengapresiasi.

2. Melawan Homogenitas
Jangan pernah katakan, musik melayu itu buruk. Jangan pernah katakan, musik dangdut itu kampungan. Jangan pernah katakan, musik rock itu brangasan dan tak beretika. Jangan pernah sebut-sebut, musik pop itu hanya mencari kesenangan sesaat. Hal yang bikin saya tetap cinta musik Indonesia adalah adanya heterogenitas. Mungkin kalau bicara soal industri massal, musik pop [melayu khususnya] memang masih jadi “juaranya” tapi fakta bahwa musik Indonesia punya ragam yang menarik, itu fakta. Melawan homogenitas itu penting dan tetap harus dilakukan. Biar ada penyeimbang. Ibarat timbangan, harus seimbang biar hitungannya balance.

3. Melawan Lipsync
Ini juga termasuk "penipuan besar" dalam industri musik kita. Dan repotnya, dilakukan di depan mata kita sebagai pelaku atau penikmat industri musik itu. Repotnya lagi, hal itu dibiarkan saja bertahun-tahun. Sekadar membagi fakta: dua penyanyi China, Starlets Yin Youcan dan Fang Ziyuan kedapatan hanya bercuap-cuap saat mereka konser di Provinsi Sichuan. Mereka di denda sekitar 80 ribu yuan atau Rp. 110 juta. Di Indonesia, penipuan seperti itu tidak dihukum, malah dibiarkan menjadi-jadi. Untung ada yang melawan dan menolak tampil dengan kebohongan seperti itu.

4. Pembelajaran Artis
Makin banyak anak muda yang bermimpi jadi musisi atau artis. Bagus, selama hal itu dilakukan dan dikejar dengan cara yang positif. Sayangnya, di Industri musik yang makin padat ini,. Penipu, broker atau memang penjahat berkedok pelaku industri masih berkeliaran. Alhasil banyak band yang tertipu. Apalagi band yang basisnya di daerah. Dalam obrolan ‘omong-kosong’ dengan banyak musisi yag bisa membantu penggarapan musik, tidak sedikit band-band yang dijanjikan rekaman, promosi dan tampil ditelvisi, akhirnya hanya jadi pepesan kosong. Wartawan musik, manajer sukses, label, atau pengamat musik yang paham soal industri ini, harusnya sering-sering memberikan pembelajaran lewat caranya masing-masing untuk memberi informasi yang benar kepada anak-anak muda itu. Jangan sampai mereka kapok dan tertipu. Fakta terbaru, 90 % masalah musik di Indonesia adalah persoalan kontrak. Benar, bahwa industrinya sudah sesak, tapi memberikan kesempatan untuk berkarya, bukan sebuah aib bukan?

5. Sadar Diri itu Seleksi Alam
Memang menggiurkan industrinya. Nggak heran, beragam profesi yang sebelumnya sudah sukses tertarik terjun ke industri musik ini. Ada yang berniat membuka label, jadi manajer band, cari calo, broker atau malah jadi penyanyinya. Ini yang menarik, magnet penyanyi ini menarik banyak profesi dari pesinetron, bupati, polisi, pengamen, penjahat, lawyer, atau model mungkin. Tak semua punya kualitas, lebih banyak yang punya backing uang saja. Tapi semua itu memang seleksi alam. Yang punya kualitas pasti akan bertahan, sementara yang hanya mengandalkan popularitas dan modal besar, niscaya akan tergusur. Saran saya, mending sadar diri daripada sudah buang-buang uang banyak, tapi ternyata hanya ‘isi waktu luang’ doang. Hasilnya juga tidak jelas.

6. Label itu Bukan “Tuhan” – Bukan Segala-galanya

Ubah mindset bahwa label adalah ‘tuhan’ atas industri musik ini. Bahwa masuk label adalah segala-galanya. Banyak yang sukses lewat non-label. Benar, bahwa mereka adalah lembaga yang sudah established dan punya strategi apapun untuk menyokong karier artisnya. Tapi mereka bukan segala-galanya. Ketika gagal masuk label, seolah dunia sudah runtuh. Tidak! Cobalah dengan cara lain. Dan diluar sana, banyak yang akan membantu dengan tulus, bukan membantu dengan “tanduk” yang akhirnya menipu.

Dan inilah saat saya berbangga dengan Indonesia. Siapkah kita, manusia-manusia yang selalu berkubang dengan industri musik dengan segala tetek-bengeknya itu berkata, “Indonesia, Musik Gue ini Buat Lo!

sumber



Tidak ada komentar: